Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Insiden ambruknya atap ruangan di SMPN 1 Talun, Kabupaten Cirebon menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Cirebon



Insiden ambruknya atap ruangan di SMPN 1 Talun, Kabupaten Cirebon, Selasa (10/12/2024), menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Cirebon.

Kejadian ini menyebabkan 10 siswa terluka, terdiri dari tujuh siswa yang tertimpa dan tiga lainnya terdampak.

Penjabat (Pj) Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya yang langsung meninjau lokasi, mengungkapkan keprihatinannya. 

Ia menyoroti fakta bahwa rehabilitasi atap tersebut baru dilakukan pada 2021 menggunakan baja ringan, tetapi tetap menggunakan genting lama yang berat, sehingga ketahanan atap tidak maksimal. “Rehabilitasi atap dilakukan pada 2021, tetapi gentingnya masih menggunakan material lama yang berat. Ditambah dengan intensitas hujan yang tinggi, ini diduga menjadi penyebab ambruknya atap,” ujar Wahyu.

Wahyu menjelaskan, ruangan sedang digunakan untuk kegiatan remedial nilai. Dari 10 siswa yang menjadi korban, tujuh mengalami cedera, terdiri dari empat laki-laki dan tiga perempuan.

Pemerintah daerah memastikan akan menanggung seluruh biaya pengobatan korban. “Kami prioritaskan penanganan korban terlebih dahulu. Semua biaya pengobatan akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah daerah,” tambah Wahyu.

Pemkab Cirebon segera melakukan rapat pimpinan (rapim) untuk mengantisipasi kejadian serupa. Pemeriksaan menyeluruh akan dilakukan, tidak hanya di sekolah, tetapi juga di gedung-gedung pemerintah dengan konstruksi serupa. "Kami akan mengevaluasi penggunaan material, khususnya baja ringan yang dipadukan dengan genting berat. Untuk mencegah kerusakan tambahan, genting pada area yang rawan sudah diminta untuk segera diturunkan,” jelas Wahyu.

Ia juga menyatakan, selama masa perbaikan, proses belajar mengajar akan dialihkan ke ruang guru yang disesuaikan. Sementara itu, upaya rehabilitasi total diharapkan selesai pada 2025.

Terkait kualitas pembangunan pascarehabilitasi, Pemkab Cirebon berencana berkonsultasi dengan aparat penegak hukum untuk menyelidiki potensi kelalaian. Wahyu menegaskan, bahwa hasil komunikasi dengan pihak berwenang akan menjadi dasar perencanaan ke depan.
Jika terbukti ada kesalahan dalam proses rehabilitasi, tentu ada pihak yang harus bertanggung jawab.